ABSTRAK
Pada dasarnya asas dalam pernikahan adalah monogami, di mana seorang suami tanpa ada alasan yang jelas dan rasional hanya diperbolehkan beristeri satu. Namun pada kenyataannya tidak sedikit terjadi di masyarakat, seorang suami memiliki lebih dari seorang istri/poligami. Ketentuan tentang poligami sebagaimana tercantum dalam pasal 4-5 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Pasal 55-59 Intruksi Presiden No.1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam. Dalam kasusnya, Pengadilan Agama Kendal menangani beberapa kasus poligami diantaranya para pihak yang berperkara mengajukan permohonan poligaminya karena alasan sudah menghamili wanita lain (calon isteri kedua) yang mana hal itu tidak sesuai dari alasan yang diperbolehkan untuk melakukan poligami dalam peraturan Perundang-undangan, akantetapi didalam Islam nikah hamil itu diperbolehkan. Oleh karena itu, penulis mencoba mengangkat “Penolakan Izin Poligami Terhadap Wanita Yang sudah Dihamili (Studi Analisin Pendapat Hakim Pengadilan Agama Kendal Terkait Dengan Pasal 53 KHI)”.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian normative empiris atau bisa disebut pendekatan non doktrinal dengan menggunakan analisis kualitatif. Data yang diperoleh berupa putusan dan hasil wawancara dengan Hakim Pengadilan Agama Kendal dan dokumentasi melalui data pustaka yang dilakukan. Dalam hal ini analisis akan dilakukan secara berurutan antara metode analisis domain dan analisis toksonomis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapat hakim dalam permohonan poligami karena menghamili wanita lain (calon isteri kedua) tidak sesuai dengan peraturan Perundang-undangan yang ada, karena menghamili dahulu termasuk dalam perzinahan. Hakim berpendapat i‟tikad baik pemohon untuk tetap mempertahankan perkawinannya dengan Termohon, dengan tidak membiarkan hubungan Pemohon dengan calon isteri Pemohon yang sudah dalam keadaan hamil tanpa perlindungan dan kepastian hukum. Kebijakan ini adalah merupakan solusi terbaik sebagai rasa tanggung jawab untuk menghindari kesulitan atau mafsadah, sesuai dengan kaidah Fiqiyah yang dikemukakan oleh Hakim dalam mempertimbangkan hukumnya “Menolak atau menghindari kerusakan lebih didahulukan Daripada menarik kebaikan (kemaslahatan)”. Oleh karenanya, masyarakat haruslah jeli dalam menyikapinya, agar kebijakan yang diputuskan oleh pengadilan tidak menimbulkan kontroversi dan tidak mempunyai anggapan bisa melegalkan perzinahan.
Kata Kunci: Pendapat Hakim, Permohonan Izin Poligami, Pasal 53 Kompilasi Hukum Islam
File Selengkapnya.....