ABSTRAK
Di zaman modern ini, persoalan poligami tampaknya masih hangat untuk dibicarakan. Selain menjadi salah satu persoalan di dalam perkawinan, poligami juga masih menjadi bahan bahan pembicaraan yang beragam karena dianggap akan merugikan kaum perempuan/istri. Ketentuan poligami di Indonesia diatur pada Pasal 4-5 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan serta Pasal 55-59 dalam Kompilasi Hukum Islam. Dalam putusan Pengadilan Agama Kotabumi dengan Nomor Perkara 158/Pdt.G/2011/Pa.Ktb, ada hal yang menarik untuk dikaji lebih lanjut. Yakni suami ketika mengajukan permohonan izin poligami tidak memenuhi syarat alternatif sebagaimana diatur dalam pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan Nomer 1 tahun 1974 serta pasal 57 Kompilasi Hukum Islam. Akan tetapi, hakim memberikan izin untuk berpoligami terhadap suami dengan pertimbangan calon istri kedua sudah hamil tujuh bulan. Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti dan mengkaji putusan tersebut dalam skripsi yang berjudul “Tidak Terpenuhi Syarat Alternatif Dalam Izin Poligami (Analisis Putusan Pengadilan Agama Kotabumi Nomor 158/Pdt.g/2011/Pa.Ktb). Untuk mengkaji skripsi ini, terdapat dua rumusan masalah yaitu apa alasan- alasan poligami dalam putusan perkara nomor 158/Pdt.g/2011/Pa.Ktb dan apa dasar pertimbangan hakim dalam putusan pemberian izin poligami yang tidak memenuhi syarat alternatif nomer 158/Pdt.g/2011/Pa.Ktb di Pengadilan Agama Kotabumi.
Penelitian ini menggunakan penelitian library research (penelitian pustaka), penelitian yang akan penulis lakukan berdasarkan pada data-data kepustakaan yang berkaitan dengan tidak terpenuhinya syarat alternatif dalam izin poligami dan studi dokumentasi putusan Pengadilan Agama Kotabumi No.158/Pdt.G/2011/PA.KTB yang mengabulkan permohonan izin poligami terhadap suami meskipun syarat alternatifnya tidak terpenuhi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa alasan dalam mengajukan permohonan izin poligami tidak sesuai dengan aturan Undang-Undang Perkawinan, yakni calon istri kedua dalam keadaan hamil. Hakim mengabulkan permohonan izin poligami dengan mempertimbangkatn i’tikad baik suami untuk tetap mempertahankan istri pertamanya dan menghindari bahaya yang lebih besar yaitu kemaslahatan untuk anak yang dikandung oleh calon istri keduanya supaya mendapat perlindungan dan kepastian hukum. Dikabulkannya permohonan izin poligami merupakan putusan solusi terbaik sebagai rasa tanggung jawab untuk menghindari kesulitan yang lebih besar. Sesuai kaidah fiqhiyyah yaitu “Ketika dua mafsadah berkumpul, maka hindarilah bahaya yang lebih besar dengan mengambil bahaya yang lebih kecil”. Oleh karena itu masyarakat harus jeli dalam menyikapinya supaya kebijakan yang diputuskan oleh pengadilan tidak menimbulkan kontroversial