ABSTRAK
Perceraian dalam Islam pada prinsipnya dilarang, hal ini dapat dilihat dari isyarat Rasulullah Saw dalam sabdanya, bahwa thalaq adalah perbuatan yang halal yang paling dibenci Allah. Perceraian merupakan jalan terakhir untuk mengakhiri pertentangan dan pertikaian dalam rumah tangga. Oleh sebab itu, keluarga yang mengalami pertengkaran dan percekcokan serta rasa benci antara suami istri harus mencapai jalan keluar yang layak untuk tidak melukai dan menyakiti kedua belah pihak. Pertentangan dan pertikaian tersbut memicu emosi masing-masing pihak, baik pihak suami maupun istri yang akhirnya menimbulkan percekcokan. Menurut Fatwa Majelis Tarjih PP Muhammadiyah talak dalam keadaan emosi yang akal pikirannya telah tertutup, maka talaknya tidak jatuh. Jika talak itu dijatuhkan oleh suami dalam keadaan emosi yang tidak tertutup akal pikirannya, maka talaknya juga tidak jatuh. Orang yang dalam keadaan emosi yang tertutup akal pikirannya disamakan dengan orang yang sedang mabuk.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah 1) Bagaimana Fatwa Majelis Tarjih Pengurus Pusat Muhammadiyah tentang hukum menjatuhkan talak dalam keadaan emosi? 2) Bagaimana istinbath Fatwa Majelis Tarjih Pengurus Pusat Muhammadiyah tentang hukum menjatuhkan talak dalam keadaan emosi? Dilihat dari sumbernya penelitian ini termasuk jenis penelitian kepustakaan (library research), di mana data-data yang dipakai adalah data dokumentasi, yakni berupa fatwa Majelis Tarjih Pengurus Pusat Muhammadiyah tentang hukum talak yang dijatuhkan dengan emosi dan rujuknya. Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif analisis yaitu dengan menguraikan pokok permasalahan kemudian ditarik kesimpulan.
Hasil dari penelitian ini adalah bahwa Majelis Tarjih Pengurus Pusat Muhammadiyah menyatakan bahwa talak yang terjadi dalam keadaan emosi yang sudah tidak terkendali kesadarannya maka talak tersebut tidak terjadi, karena orang emosi yang tidak terkontrol kesadarannya sama halnya dengan orang yang mabuk.Istinbath hukum fatwa Majelis Tarjih Muhammadiyah tersebut didasarkan pada hadits riwayat Ahmad bin Hanbal yang menjelaskan tentang talak yang dilakukan oleh suami dalam keadaan al maghlub akalnya (orang tertutup akalnya), ketika akal tertutup maka ruang gerak akal itupun sempit sehingga tidak dapat menyadari apa yang diucapkan serta dampak dari ucapan tersebut. Selain disandarkan pada hadits tersebut, perkara talak dalam keadaan emosi ini juga didasarkan pada ayat al Qur’an yang menjelaskan tentang hukum shalat orang yang mabuk, yaitu QS. al Nisa’ 43. Menurut penulis penyandaran hukum tersebut kurang tepat, karena illat (alasan hukum) dari perkara yang disandarkan (perceraian dalam kondisi marah) dengan shalat dalam keadaan mabuk, kurang sesuai.