ABSTRAK
Undang-Undang Perkawinan No.1 tahun 1974 pasal 22, perkawinan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi syarat untuk melangsungkan perkawinan. Untuk perkawinan yang tidak memenuhi syarat tidak dengan sendirinya menjadi batal, melainkan harus diputus oleh pengadilan. Hal ini sesuai dengan pasal 37 PP nomor 9 tahun 1975 yang mengatakan: Batalnya suatu perkawinan hanya dapat diputuskan oleh Pengadilan. Hal ini mengingat bahwa pembatalan perkawinan dapat membawa akibat baik terhadap suami istri maupun keluarga. Dalam kasus yang terjadi di pengadilan Agama Cilacap Nomor 0046/Pdt.G/2014/PA.Clp tentang pembatalan perkawinan yang disebabkan akta cerai palsu, yang mana pemalsuan tidak dilakukan oleh para pihak, sehingga pihak istri yang telah menikah lagi harus membatalkan perkawinan yang keduanya karena masih terikat dengan perkawinan sebelumnya.
Penelitian ini bertujuan untuk : 1) Untuk mengetahui dasar dan pertimbangan hakum yang digunakan hakim dalam memutus perkara pembatalan nikah pada perkara No.0046/pdt.G/2014/PA.Clp. 2) Untuk mengetahui akibat hukum tentang perkara putusan No. 0046/pdt.G/2014/PA.Clp tentang pembatalan perkawinan baik ditinjau dari hukum Islam maupun hukum positif. Metodologi yang penulis gunakan (1) jenis penelitian dokumen (library research). (2) Sumber data primer berupa putusan Nomor 0046/Pdt.G/2014/PA.Clp dan data sekunder. (3) cara pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi dan metode interview. (4) teknis analisis yang digunakan adalah deskriptif kualitatif.
Hasil analisis data dan penelitian penulis dapat diungkapkan bahwa 1) Putusan perkara nomor 0046/Pdt.G/2014/PA.Clp dalam pertimbangan hukumnya hakim menjadikan akta cerai palsu sebagai alasan hukum, serta menggunakan pasal 9 Undang-undang nomor 1 tahun 1974 yaitu seorang isteri masih berstatus sebagai istri orang lain. 2) Akibat hukum yang timbul dari pembatalan perkawinan bagi suami istri yaitu perkawinan tersebut menjadi putus sehingga hubungan suami istri di antara keduanya menjadi tidak sah dan bagi para pihak yang dibatalkan perkawinannya statusnya kembali seperti keadaan semula sebelum terjadi perkawinan karena perkawinan tersebut dianggap tidak pernah ada.