ABSTRAK
Organisasi merupakan wadah berkreasi dan bersilaturahmi yang kemudian juga memberikan kesempatan bagi semua anggotanya untuk mengembangkan potensi dalam proses aktualisasi diri. Namun akan menjadi persoalan yang kurang dalam pola relasi organisasi terdapat kelompok yang terlalu mendominasi baik dalam strukural maupun dalam konteks yang lain. Pada prosesnya, dominasi juga akan melahirkan sebuah ketimpangan dalam beberapa aspek bagi para anggotanya. Dan akan menjadi sesuatu yang menarik ketika ketimpangan itu terjadi pada organisasi mahasiswa santri (mahasantri) sebagai kaum intelektual yang sudah tercerahkan oleh ilmu pengetahuan. Bagaimanakah dengan mahasantri dalam organisasi FKMSB Jabodetabek? Persoalan inilah yang diteliti penulis sebagai objek penelitian. Secara purposif diambil 12 mahasantri sebagai informan, dan difokuskan pada mahasantri FKMSB yang pernah menjadi pengurus maupun aktif sebagai anggota dari kampus yang berbeda-beda. Dari beberapa kampus yang berbeda tersebut kemudian dikelompokan kedalam dua kategori kampus yang mempunyai pola pendidikan kampus modernis dan yang berorientasi fundamentalis. Metode analisis yang digunakan adalah Teori Analysis Pathway (GAP) dengan menggunakan empat aspek: Akses, partisipasi, kontrol dan pemanfaatan, yang semua aspek tersebut digunakan untuk melihat adanya ketimpangan relasi gender dan beberapa faktor terjadinya ketimpangan relasi gender mahasantri dalam organisasi FKMSB Jabodetabek
Berdasarkan hasil penelitian ini, ditemukan kurangnya akses dan kurangnya partisipasi anggota perempuan dalam beberapa program pengembangan skill dan knowledge. Sebagai organisasi modern yang sudah mempunyai AD-ART dalam hal ini tidak ada aturan yang membatasi perempuan dalam berorganisasi, namun realitanya anggota perempuan belum sekalipun mendapatkan posisi strategis seperti menjadi ketua maupun wakil. Bahkan sebagian besar anggota perempuan merasa kurang dilibatkan dan kurang diberdayakan dalam beberapa kegiatan, sehingga dalam organisasi FKMSB Jabodetabek ini tampak lebih dominan anggota laki-laki baik dalam posisi struktural maupun partisipasi dalam beberapa kegiatan. Hal ini juga dapat menunjukkan bahwa anggota laki-laki lebih mempunyai kontrol (Power) dan lebih banyak mendapatkan manfaat dari proses berorganisasi. Beberapa faktor yang menjadi penyebab adalah, faktor pemahaman agama yang masih kental akan pemahan tekstual yang kemudian sebagian besar informan mempunyai pemahaman tidak membolehkan perempuan menjadi pemimpin. Kemudian budaya patriarkhi yang masih dianut dari tanah kelahirannya yakni pulau madura, bahwa dalam relasi sehari-hari selalu mengedepankan sosok laki-laki dan sebaliknya perempuan dijadikan sebagai the second class, dan budaya ini berlanjut dalam organisasi ini. Kemudian, relasi organisasi yang masih lemah, bahwa pola relasi dalam organisasi FKMSB ini masih kurang ada keterbukaan satu sama lain, seperti masih adanya intruksi dari salah satu keluarga pesantren (Neng) yang kemudian membatasi kaum perempuan terlibat secara maksimal dalam proses berorganinsasi. Dan faktor lainnya adalah, banyaknya mahasantri yang memilih perguruan tinggi aliran timur tengah dengan menggunakan pola pendidikan yang berorientasi fundamentalis.
Kata kunci: Ketimpangan Gender, Mahasantri, Organisasi
File Selengkapnya.....