ABSTRAK
Pahala yang tidak akan putus setelah kematian ada 3, shodaqah jariyah, ilmu bermanfaat dan anak sholeh yang mendoakan kedua orang tuanya. Shodaqoh jariyah bisa diaplikasikan dalam banyak hal, salah satunya adalah dalam bentuk wakaf. Wakaf adalah salah satu bentuk kegiatan ibadah yang sangat dianjurkan untuk dilakukan oleh kaum muslimin, karena wakaf itu akan selalu mengalirkan pahala bagi muwakif (orang yang berwakaf) walaupun yang bersangkutan meninggal dunia, keberadaan wakaf terbukti telah membantu banyak pengembangan dakwah Islamiyah, baik di Negara Indonesia maupun di Negara- negara lainnya., Salah satunya adalah wakaf masjid beserta benda-benda yang dibuat untuk membangun masjid, seiring berkembangnya zaman dan bertambahnya penduduk di masyarakat maka untuk mencangkup jama‟ah dimasjid sudah tidak cukup lagi dan masjid harus dibongkar untuk diperbaiki dan diluaskan, ketika masjid dibongkar banyak sekali benda-benda wakaf yang tidak terpakai dan sia-sia bahkan ada yang mendatangkan kemadharatan sehingga pahala bagi wakif terhenti. Hukum Islam berbeda pendapat dalam menyikapi penggantian benda wakaf hanya beberapa imam saja yang membolehkan seperti Imam Hambali yang mempermudah penggantian benda wakaf karena dirasa sudah tidak dapat mendatangkan kemanfaatan bagi benda wakaf.
Adapun tujuan penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana praktik penjualan benda wakaf bekas reruntuhan Masjid di Masjid Al-Ihsan desa Tambaksari dan istinbat hukum Islam mengenai penjualan benda wakaf bekas reruntuhan masjid. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif (field research) untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang dan interaksi lingkungan sesuatu unit sosial: individual, kelompok, lembaga atau masyarakat dengan metode wawancara, dokumentasi dan dibantu dengan buku- buku yang membahas tentang wakaf.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kasus penjualan benda wakaf bekas reruntuhan masjid yang terjadi di masjid Al-Ihsan desa Tambaksari sudah sesuai dengan prosedur hukum Islam berdasarkan pendapat Imam Hambali karena mempertimbangkan kemaslahatan terhadap benda wakaf tersebut. Dalam hal itu Imam Hambali mensyaratkan hasil penjualan benda wakaf harus kembali pada wakaf tersebut. Tetapi perubahan atau penggantian wakaf di Masjid belum sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 pasal 41 ayat 2 (pelaksanaan perubahan benda wakaf dapat dilakukan setelah memperoleh izin tertulis dari menteri atas persetujuan Badan Wakaf Indonesia)
Kata kunci: wakaf, penjuala
File Selengkapnya.....