ABSTRAK
Anbar Jayadi mahasiswa hukum bersama para alumni UI, mengajukan permohonan judicial review (uji materi) terhadap Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang berbunyi: “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan itu.” Menurut mereka Pasal tersebut menyebabkan ketidakpastian hukum. Namun, majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan seluruhnya dan menganggap bahwa dalil permohonan tidak beralasan menurut hukum.
Berdasarkan latar belakang di atas, pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah 1. Bagaimana dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara perkawinan beda agama Nomor 68/PUU-XII/2014 oleh Mahkamah Konstitusi (MK)? 2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap dasar hukum, pertimbangan hukum, dan putusan hakim dalam memutus perkara perkawinan beda agama Nomor 68/PUU- XII/2014 oleh Mahkamah Konstitusi (MK)?
Dalam menyusun skripsi ini, menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 68/PUU-XII/2014 Tentang Nikah Beda Agama sebagai sumber primernya. Sedangkan data sekundernya, menggunakan naskah atau literatur yang sesuai dengan pembahasan skripsi ini. Dalam menganalisis data, peneliti meneliti dengan sistem deskriptif, yaitu menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematik sehingga dapat lebih mudah dipahami dan disimpulkan.
Hasil pembahasan menunjukkan bahwa dalam menyelesaikan perkara uji materi ini, majelis hakim meminta pendapat kepada pihak-pihak terkait yang dijadikan sebagai dasar pertimbangan, mereka adalah pemerintah, pimpinan Muhammadiyah, keterangan Tim Advokasi Untuk Kebhinekaan (mendukung uji materi), keterangan MUI, keterangan PBNU, Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (mendukung uji materi), Perwakilan Umat Buddha Indonesia, Konferensi Waligereja Indonesia (mendukung uji materi), Parisada Hindu Dharma Indonesia, dan Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia. Menurut penulis, pertimbangan hakim sudah kuat dengan menolak seluruh dalil pemohon, yakni menolak anggapan bahwa Pasal 2 ayat (1) UU 1/1974 membuka ruang penafsiran dan pembatasan sehingga tidak dapat menjamin terpenuhinya hak atas kepastian hukum yang adil dan bertentangan dengan ketentuan kebebasan sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945, tidak ada pembatasan hak, negara tidak mencampuradukkan perihal adiministrasi dan pelaksanaan ajaran agama serta tidak memaksa dan tidak mendikte untuk mengikuti tafsiran UU Perkawinan. Di sisi lain, putusan hakim yang menolak permohonan seluruhnya telah sesuai dengan ketentuan dan ketetapan hukum Islam. Islam hanya membolehkan praktek nikah beda agama bagi laki-laki muslim dengan ahlul kitab, kemudian melarang bentuk pernikahan beda agama lainnya. Walaupun masih banyak perdebatan, setidaknya ketentuan itulah yang sesuai dengan Qs al-Maidah ayat 5. Lebih tegasnya, sahnya perkawinan bagi umat muslim adalah apabila dilakukan dengan ketentuan agama Islam. Sedangkan pencatatan perkawinan hanyalah kewajiban administrasi.
Kata Kunci: Judicial Review, Nikah Beda Agama, Hukum Islam.
File Selengkapnya.....