BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Latar belakang penulisan skripsi ini khusus membahas tentang pola penanganan konflik Arus Pelangi dengan masyarakat agama khususnya HTI dan FPI. Arus Pelangi adalah salah satu organisasi yang berfungsi sebagai organisasi yang membela hak-hak komunitas lesbian, gay, biseks, dan transgender. Sedangkan Front Pembela Islam (FPI) dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) adalah dua organisasi masyarakat agama yang selalu aktif menolak jika terdapat sesuatu yang dianggap keluar dari ketentuan norma agama dan masyarakat. Penulis sangat tertarik untuk membahas tentang homoseksualitas karena Lesbian, Gay, Biseks, Transgender (L.G.B.T) masih merupakan komunitas yang minoritas baik dari segi jumlah maupun pendapatan haknya dalam masyarakat dan selalu mendapatkan tekanan baik dari masyarakat sosial maupun agama. Selain itu juga masih belum banyak pembahasan tentang L.G.B.T dalam bentuk pembahasan ilmiah. Selama ini jumlah bacaan tentang homoseksualitas lebih banyak bacaan popular kalaupun ada masih dalam bentuk ilmiah jumlahnya masih agak terbatas. Alasan lain penulis ingin membahas tentang homoseksualitas karena masih banyak masyarakat yang homophobia (memiliki rasa ketakutan atau menolak pada kaum homoseksual) dan tidak memiliki informasi yang cukup tentang L.G.B.T. Maka dari itu penulis ingin mengetahui lebih jauh tentang homoseksualitas yang pada akhirnya membuat masyarakat menjadi homophobia dan melakukan tekanan pada kaum homoseks, dari sini diharapkan akan dapat mengedukasi masyarakat yang mengalami homophobia atau memiliki rasa ketakutan kepada kaum homoseks.
Penelitian dilakukan di lembaga swadaya masyarakat Arus Pelangi karena lembaga ini merupakan salah satu lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang khusus membela hak-hak L.G.B.T yang ada di Jakarta. Meskipun Jakarta merupakan kota metropolitan dan masyarakatnya terbilang cukup majemuk namun masih ada beberapa kalangan masyarakat yang masih homophobia. Dengan melihat respon Arus Pelangi sebagai LSM yang bergerak membela hak-hak L.G.B.T dan beranggotakan tidak hanya homoseksual saja namun juga kaum heteroseksual maka akan lebih mudah untuk melihat pola penanganan masalah LSM Arus Pelangi serta respon L.G.B.T yang ada di dalamnya ketika berhadapan dengan konflik yang datang dari masyarakat agama.
Penelitian dilakukan di lembaga swadaya masyarakat Arus Pelangi karena lembaga ini merupakan salah satu lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang khusus membela hak-hak L.G.B.T yang ada di Jakarta. Meskipun Jakarta merupakan kota metropolitan dan masyarakatnya terbilang cukup majemuk namun masih ada beberapa kalangan masyarakat yang masih homophobia. Dengan melihat respon Arus Pelangi sebagai LSM yang bergerak membela hak-hak L.G.B.T dan beranggotakan tidak hanya homoseksual saja namun juga kaum heteroseksual maka akan lebih mudah untuk melihat pola penanganan masalah LSM Arus Pelangi serta respon L.G.B.T yang ada di dalamnya ketika berhadapan dengan konflik yang datang dari masyarakat agama.
Masyarakat agama yang dimaksudkan di sini adalah masyarakat yang menganut kepercayaan atau meyakini ajaran-ajaran yang diajarkan dari Tuhan, atau yang biasa disebut juga sebagai agama yang berasal dari langit (agama Samawi). Masyarakat menolak adanya homoseksualitas karena mereka yakini bahwa homoseksulitas merupakan dosa dan bertentangan dengan ajaran yang diyakini oleh mereka, yakni agama-agama Samawi. Sedangkan kelompok minoritas (minority group) merupakan sekelompok manusia yang tidak dapat memiliki kendali atas hidup mereka dan kelompok mayoritas yang memiliki kontrol atas hidup mereka, sehingga keolompok minoritas tidak dapat mempertahankan hak mereka atas pilihan hidup mereka, karena mereka dituntut untuk sesuai dengan aturan mayoritas.