ABSTRAK
Pasar Sumber Arta merupakan pasar tradisional dengan status kepemilikan swasta. Pasar ini resmi berdiri tahun 1988 yang kemudian menjelma menjadi pusat perdagangan dan jasa, sumber penghasilan pedagang dan lembaga sosial. Penggusuran yang telah dilakukan pengelola pasar pada tahun 2008 menghasilkan resistensi (perlawanan) dari pedagang. Perlawanan sendiri tidak selalu bentrokan fisik namun juga berbentuk perilaku seperti yang dilakukan oleh pedagang pasar.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perlawanan yang dilakukan pedagang pasar, berbagai faktor yang melatarbelakangi perlawanan dan bentuk-bentuk resistensi yang terjadi. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori pembangunan dari Rostow yaitu lima tahap pembangunan, teori Clifford Geertz tentang pasar tradisional yaitu sebuah bentuk konkret bagi segala kegiatan, suatu lingkungan hidup yang dalam pandangannya bersifat alamiah disamping bersifat kultural yang seluruh kehidupan dibentuk olehnya. Kemudian teori resistensi dari James Scott yaitu sebuah bentuk perlawanan sehari-hari yang dilakukan oleh kelompok lemah (everyday forms of resistance). Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif yaitu penelitian yang diarahkan untuk memberikan gejala-gejala, fakta-fakta, atau kejadian-kejadian secara sistematis dan akurat, mengenai sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Sedangkan pendekatan kualitatif menghasilkan data berupa kata-kata tertulis atau dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi serta studi kepustakaan. Wawancara dilakukan dengan informan sebanyak sembilan orang.
Hasil penelitian menunjukkan gambaran perlawanan, faktor-faktor dan bentuk resistensi. Pertama, gambaran perlawanan. yaitu bagaimana resistensi itu terjadi. Kedua, faktor penyebab terjadinya resistensi pedagang Pasar Sumber Arta yaitu a) masa hak pakai yang telah berakhir, b) pasar pengganti yang tidak kunjung dibangun, c) terdapat proses intimidasi sehingga menghasilkan akumulasi kekecewaan terhadap pihak pengelola. Dan yang terakhir, kurang berfungsinya perkumpulan Warga Rusun Pasar (WRP) yang menjadi alat komunikasi antar pedagang serta menjadi tempat membangun pemikiran dan sikap kolektif dalam melakukan sikap resisten. Adapun bentuk-bentuk resistensi pedagang Sumber Arta, terdapat dua bentuk yaitu resistensi tertutup dan semi-terbuka. Masing- masing dari bentuk resistensi tertutup yaitu menggerutu, berkata kasar, menarik diri dari pertemuan dan bersikap acuh tak acuh terhadap pengelola. Sedangkan bentuk resistensi semi-terbuka ialah mengadakan pertemuan yang diinisatif oleh pedagang terhadap pengelola dan membuat spanduk pernyataan sikap.