ABSTRAK
Peralihan kewenangan penyelesaian perselisihan hasil pemilukada dari yang semula oleh Mahkamah Agung kepada Mahkamah Konsitusi merupakan hal yang menarik untuk dikaji dan ditinjau dari segi ketatanegaraan sistem hukum di negara kita. Pemilukada sebagai implementasi demokrasi langsung di daerah telah banyak memberikan perubahan tata cara masyarakat dalam mengaspirasikan hak konstitusionalnya.
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam skripsi ini adalah latar belakang dialihkannya kewenangan memutus perselisihan hasil pemilukada yang semula berada pada Mahkamah Agung sekarang berpindah kepada Mahkamah Konstitusi, serta bagaimana efektifitas penyelesaian perselisihan hasil pemilkada di kedua lembaga kehakiman tersebut. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif yaitu dengan cara menganalisis norma-norma hukum yang berlaku yang bersumber dari data penelitian primer, sekunder, dan tersier yang meliputi undang-undang, buku teks, makalah, jurnal, internet, serta kamus bahasa.
Berdasarkan UU no. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah bahwa kewenangan menyelesaikan sengketa pemilukada adalah berada pada MA. Dalam melaksanakan kewenangannya itu MA mendelegasikan wewenangnya kepada Pengadilan Tinggi yang wilayah hukumnya meliputi kabupaten/ kota yang bersangkutan. Disebutkan pula dalam pasal 29 UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur tentang kewenangan Mahkamah Agung dalam kaitan dengan pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah. Dalam perkembangannya sebagaimana tercantum dalam pertimbagan putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa ternyata dalam menjabarkan maksud “dipilih secara demokratis” dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945, pembuat undang-undang telah memilih cara pemilihan Kepala Daerah secara langsung. Berdasarkan hal tersebut, Mahkamah Konstitusi lewat putusannya dalam perkara pengujian UU 32/2004 memutuskan bahwa pemilukada adalah termasuk dalam rezim pemilu sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan Pasal Pasal 22E UUD 1945. Dengan demikian secara otomatis proses penyelesaian perselisihan hasil pemilukada juga akan beralih ke MK sebagai lembaga yang berwewenang memeriksa dan memutus perselisihan hasil pemilu termasuk pemilukada.