ABSTRAK
Klausula baku yang terdapat dalam perjanjian merupakan hal yang biasa dan sudah menjadi tradisi dalam kegiatan perdagangan barang maupun jasa. Klausula baku yang mengandung klausula eksonerasi dilarang dicantumkan karena bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum perjanjian. Bila terdapat klausula eksonerasi dalam klausula baku dapat menimbulkan masalah hukum sehingga konsumen maupun debitur mengajukan gugatan pembatalannya kepada pengadilan.
Bagaimanakah ruang lingkup larangan pencantuman klausula eksonerasi dalam perjanjian menurut perundang-undangan? apakah pencantuman klausula eksonerasi dalam perjanjian/kontrak memenuhi rasa keadilan dan prinsip-prinsip perjanjian/kontrak? dan bagaimana kencenderungan putusan-putusan hakim pengadilan terhadap pencantuman klausula eksonerasi dalam perjanjian? Metode penelitian ini normatif dan sifat penelitian deskriptif analitis. Pendekatan kasus diambil tujuh putusan hakim pengadilan yang berkaitan dengan pencantuman klusula eksonerasi.
Ruang lingkup larangan pencantuman klausula eksonerasi terdapat dalam Pasal 18 ayat (1) UUPK antara lain pengalihan tanggung jawab, pemberian kuasa dari konsumen kepada pengusaha baik langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli konsumen secara angsuran, memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibelinya secara angsuran, termasuk tindakan pengalihan atau penghapusan (meniadakan, pembebasan) atau pembatasan dan pengurangan atau menciptakan tanggung jawab hukum baru secara sepihak. Klausula eksonerasi bertentangan dengan rasa keadilan menurut teori keadilan distributif, namun tidak bertentangan dengan rasa keadilan berdasarkan teori keadilan komutatif. Argumentasi rasa keadilan dalam konteks ini didasarkan pada asas kepatutan, keselarasan, kewajaran, atau kepantasan. Kencenderungan putusan-putusan hakim pengadilan tidak langsung mempertimbangkan klausula eksonerasi melainkan hakim pengadilan cenderung melihat keabsahan perjanjian dalam Pasal 1320 dan Pasal 1320 KUH Perdata. Bila syarat-syarat ini terpenuhi maka perjanjiannya menjadi sah dan mengikat.
Agar Pasal 18 ayat (1) UUPK dipertegas dengan menyebutnya sebagai klausula eksonerasi di dalam penjelasan pasal ini. Agar majelis hakim pengadilan tidak terlalu kaku dan sempit menafsirkan keadilan, menafsirkan asas konsensualisme (pacta sunt servanda) namun harus mampu menggali hukum dalam peristiwa konkrit dengan memperhatikan asas keselarasan, kewajaran, kepantasan. Majelis hakim pengadilan harus membuka diri lebih luas dalam menafsirkan hukum dalam peristiwa kongkrit terkait sah atau tidaknya perjanjian dikaitkan dengan Pasal 1339 KUH Perdata mengenai asas kepatutan dan kewajaran.
Kata Kunci: Kecenderungan, Putusan Hakim Pengadilan, Klausula Baku, Klausula Eksonerasi, dan Perjanjian/Kontrak.
File Selengkapnya.....