ABSTRAK
UU Nomor 46 Tahun 2009 Tentang Pengadilan Tipikor mengamanatkan pembentukan Pengadilan Tipikor pada setiap kabupaten/kota di seluruh Indonesia, namun pembentukannya tidak secara merata, sehingga menimbulkan beberapa dampak dalam penanganan perkara seperti yang terjadi pada Kejaksaan Negeri Kuala Simpang. Fokus pembahasan pada ketentuan perundang-undangan yang mengatur wewenang kejaksaan dalam menuntut perkara tipikor di Pengadilan Tipikor, kemudian tentang pelaksanaan penanganan perkara tipikor sebelum dan sesudah Pengadilan Tipikor Banda Aceh berdiri, terakhir adalah upaya-upaya progresif yang dapat dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Kuala Simpang.
Metode penelitian ini yuridis normatif, mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, mengacu pada doktrin-doktrin dan gagasan-gagasan hukum progresif, serta mengacu pada asas-asas dan prinsip- prinsip kekuasaan kehakiman. Sifat penelitian ini deskriptif analitis, menggambarkan fakta sekaligus menganalisisnya. Teknik pengumpulan data dilakukan studi pustaka dan studi lapangan melalui wawancara. Analisis data secara kualitatif dengan memfokuskan analisis pada teori sistim hukum dan teori hukum progresif, serta doktrin-doktrin, asas dan prinsip, serta kaidah-kaidah hukum yang relevan.
Ketentuan perundang-undangan yang mengatur wewenang kejaksaan dalam menuntut perkara tipikor di Pengadilan Tipikor tidak lagi memberi wewenang penuh kepada kejaksaan sebagai satu-satunya lembaga penuntutan perkara tipikor melainkan juga wewenang itu juga dimiliki oleh KPK. Penanganan perkara tipikor di Kejaksaan Negeri Kuala Simpang setelah Pengadilan Tipikor Banda Aceh didirikan berdampak bagi Kejaksaan Negeri Kuala Simpang antara lain proses birokrasi menjadi lambat karena jarak yang cukup jauh ± 473 kilometer dengan Pengadilan Tipikor Banda Aceh, biaya tinggi, dan jumlah hakim minim. Upaya-upaya progresif yang dilakukan dengan cara menambah anggaran, penyatuan jadwal sidang menjadi satu atau dua hari dalam satu minggu, keterangan sebagian saksi dibacakan di persidangan atas persetujuan majelis hakim setelah terlebih dahulu disumpah, penanganan perkara ditangani oleh majelis hakim yang sama, pemeriksaan saksi-saksi dilakukan bersamaan, penunjukan jumlah JPU seminimal mungkin, dan pengambalian kerugian keuangan negara untuk nilainya yang relatif kecil ke kas negara. Agar kepada kejaksaan benar-benar menjalankan tugas dan wewenangnya menuntut perkara tipikor bersifat netral dan atau merdeka, terlepas dari pengaruh di luar institusinya. Agar Pemerintah segera merealisasikan amanat Pasal 3 UU Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tipikor untuk mendirikan Pengadilan Tipikor di setiap kabupaten/kota. Agar upaya-upaya progresif Kejaksaan Negeri Kuala Simpang lebih diprioritaskan pada penambahan anggaran untuk menjamin pelaksanaaan persidangan yang murah, cepat, dan berbiaya ringan.
Kata Kunci: Tindak Pidana Korupsi, Pengadilan Tipikor, Penuntutan, Progresif, dan Kejaksaan Negeri Kuala Simpang.
File Selengkapnya.....