ABSTRAK
Manusia sebagai makhluk sosial, tidak bisa terhindar dari suatu sengketa. Timbulnya sengketa diakibatkan bilamana salah satu pihak merasa dirugikan oleh pihak tertentu. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan terkadang tidak memberikan penyelesaian sebagaimana yang diharapkan oleh para pihak. Penyelesaian dengan cara ini juga dikenal memakan waktu yang cukup lama dan mengeluarkan biaya yang cukup mahal. Salah satu yang menjadi pilihan penyelesaian sengketa adalah mediasi yang merupakan suatu proses yang dilaksanakan untuk menyelesaikan sengketa antara para pihak yang dilakukan oleh pihak ketiga yang bersifat netral dan imparsial. Pihak ketiga inilah yang disebut mediator yang dipilih berdasarkan kesepakatan para pihak. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini antara lain tentang kedudukan mediator dalam penyelesaian sengketa di Pengadilan, bagaimana efektivitas Perma Nomor 1 Tahun 2016 di Pengadilan, dan kendala-kendala apa saja yang dialami mediator dalam pelaksanaan mediasi di Pengadilan. Metode penelitian yang digunakan penulis dalam skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif dan yuridis empiris, dimana penulis mengambil bahan dari kepustakaan serta meneliti langsung efektivitas Perma Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Berdasarkan hasil penelitian penulis dapat diketahui bahwa Kedudukan mediator sebagai pihak ketiga dalam mediasi harus bersifat netral dalam melayani berbagai kepentingan para pihak. Mediator harus mampu menelusuri apa saja kepentingan para pihak itu, agar dapat menawarkan pilihan kepada para pihak demi memenuhi kepentingan mereka. Sebagai pihak ketiga yang memimpin pertemuan yang dihadiri para pihak, mediator harus mampu mengarahkan para pihak untuk komunikasi yang positif demi memudahkan jalannya proses mediasi. Adapun efektivitas Perma Nomor 1 Tahun 2016 belum dirasakan perubahan yang nyata, sehingga penerapan Perma Nomor 1 Tahun 2016 ini dapat dikatakan belum efektif melihat penumpukan perkara di Pegadilan negeri yang menjadi kendala bagi mediator hakim yang hanya memiliki waktu terbatas dalam menjalankan proses mediasi. Kendala yang dialami mediator dalam mediasi ini dapat dilihat dari para pihak, dimana jika para pihak tidak mempunyai itikad baik maka akan mempersulit mediator dalam mencari dan menemukan solusi yang tepat untuk menyelesaikan proses mediasi. Bahwa akta perdamaian itu mempunyai kekuatan hukum yang mengikat para pihak. Oleh karena itu, para pihak harus melaksanakan isi yang tercantum didalamnya. Para pihak tidak dapat membatalkan putusan perdamaian secara sepihak.
Kata Kunci : Mediator, Pengadilan, Perma No. 1 Tahun 2016