ABSTRAK
Kontrak pemborongan atau yang lebih dikenal dengan kontrak konstruksi mempunyai berbagai permasalahan dalam pelaksanaannya.Permasalahan bisa muncul pada saat pelaksanaan pengerjaan proyek berlangsung sampai dengan penyelesaian pembangunan. Permasalahan yang timbul tersebut bisa dari pihak pertama selaku Pemberi pekerjaan borongan (pemilik) ataupun pihak kedua selaku pemborong, keadaan yang timbul dalam perjanjian kontrak pemborongan seperti masalah keterlambatan biaya dan keadaan kahar (force mejeur) salah satu kemungkinan yang terjadi dalam proses penyelesaian kontrak. Mengingat hal tersebut maka penulis mengangkat permasalahan Pelaksanaan perjanjian pemborongan mengenai pekerjaan borongan pembangunan pabrik kelapa sawit, Kendala dan Hambatan dalam penyelesaian perjanjian pemborongan oleh PT. Bima Dwi Pertiwi Nusantara dan PT.Mutiara Sawit Lestari dan Upaya Hukum yang dipergunakan dalam perjanjian pemborongan oleh para pihak yang mengikat diri.
Untuk menjawab permasalahan diatas digunakan metode penelitian hukum normative dan empiris. Data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier serta data primer dengan melakukan studi lapangan di PT. BIMA DWI NUSANTARA. Tehnik analisa data primer yang digunakan adalah tehnik kualitatif yang diperoleh dari hasil wawancara dari pihak PT. BIMA DWI NUSANTARA PERTIWI.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan perjanjian jasa pemborongan bangunan Pabrik Kelapa Sawit antara PT. BIMA DWI NUSANTARA PERTIWI dan PT. MUTIARA SAWIT LESTARI yang telah dituangkan kedalam surat perjanjian (kontrak) yaitu semua kuasa dan wewenang yang diberikan dalam perjanjian ini merupakan bagian terpenting yang tidak terpisahkan dari perjanjian dan tidak dapat ditarik atau dicabut kembali dan juga tidak menjadi berakhir atau terhapus jika pemberi kuasa atau yang memberi wewenang dibubarkan atau karena timbul peristiwa apapun dan parapi hak dengan ini melepaskan dan menyatakan berlaku mengesampingkan pasal 1813 dan pasal 1816 KUHPerdata, dalam pelaksanaan nya terdapat hambatan- hambatan baik bersifat eksternal seperti penambahan dan pengurangan pekerjaan yang menyebabkan mundurnya jangka waktu pelaksanaan serta berubahnya nilai harga kontrak, maupun bersifat internal seperti standar mutu, dan sumber daya manusia. Dalam penelitian ini juga ditentukan berdasarkan pihak yang memborongkan bertanggung jawab atas penyediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan, perpanjangan waktu apabila terjadi force majeur, sedangkan pihak pemborong bertanggung jawab atas pelaksanaan pemborongan dari mulai penyediaan, penggunaan, dan perawatan barang-barang yang digunakan,