BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan modal sekecil-kecilnya adalah salah satu slogan yang sering digunakan dalam berekonomi. Dengan landasan tersebut para pelaku ekonomi (individu, kelompok, organisasi maupun badan hukum) melakukan berbagai macam cara agar mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dengan menggunakan modal sekecil-kecilnya. Tidak sedikit dari mereka yang akhinya menempuh cara yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Untuk meminimalisir terjadinya hal-hal tersebut banyak kalangan ekonom yang mulai mencari jalan keluar dari permasalahan tersebut.
Corporate Social Responsibility (CSR) lahir sebagai salah satu jawaban permasalahan tersebut. Tidak diketahui secara pasti kapan awal mula terlahirnya CSR, tetapi pada tahun 1953 dipercaya sebagai tonggak sejarah CSR1. Howard Bowen dengan karyanya yang berjudul Social Responsibilities of the Businessman dipercaya sebagai tonggak sejarah CSR dan Bowen akhirnya dikenal sebagai bapak CSR berkat karyanya tersebut2. Di dalam karyanya Bowen memberikan definisi awal dari CSR sebagai “it refers to the obligations of the businessmen to
pursue those policies, to make those decisions, or to follow those lines of actions which are desirable in terms of the objectives and values of our society” 3 . Definisi tersebut memberikan landasan awal bagi pengenalan kewajiban pelaku bisnis untuk menetapkan tujuan bisnis yang selaras dengan tujuan dan nilai-nilai masyarakat.
Isu CSR yang semakin kuat dan menyebar di dunia bisnis membuat hampir semua orang di seluruh dunia meliriknya. Pada tahun 1997 berdirilah Global Reporting Initiative (GRI) sebuah organisasi non-profit yang memiliki misi untuk menciptakan masa depan di mana pembangunan keberlanjutan merupakan bagian yang tidak terlepaskan dalam proses pengambilan keputusan setiap organisasi. GRI ini kemudian mengeluarkan sebuah standar baku untuk penyusunan dan pelaporan CSR yang dikenal dengan GRI Standard. Standar baku tersebut akhirnya menjadi salah satu standar internasional dalam penyusunan dan pelaporan program CSR untuk seluruh perusahaan termasuk perbankan di dalamnya.
Menurut Mulyanita alasan perusahaan khususnya di bidang perbankan melakukan pelaporan sosial adalah karena adanya perubahan paradigma pertanggungjawaban, dari manajemen ke pemilik saham menjadi manajemen kepada seluruh stakeholder4. Sebagai wujud bukti kepedulian para ahli akuntansi di Indonesia dapat dilihat melalui Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.1 (revisi 2009) paragraf dua belas secara implisit menyarankan untuk mengungkapkan tanggung jawab akan masalah lingkungan dan sosial. Entitas dapat pula menyajikan, terpisah dari laporan keuangan, laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement), khususnya bagi industry dimana faktor lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi industri yang menganggap karyawan sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting. Laporan tambahan tersebut di luar ruang lingkup Standar Akuntansi Keuangan.
Selain itu, menurut Mulyanita, tantangan untuk menjaga citra perusahaan di masyarakat menjadi alasan mengapa suatu bank di Indonesia melakukan pelaporan sosial.6 Tidak hanya perbankan konvensional, tetapi perbankan sayariah sebagai salah satu jenis bank yang memainkan peranan penting dalam pengungkapan tanggung jawab sosial harus melakukan program CSR. Menurut Meutia, bank syariah seharusnya memiliki dimensi spiritual yang lebih banyak. Dimensi spiritual ini tidak hanya menghendaki bisnis yang non riba, namun juga mampu memberikan kesejahteraan bagi masyarakat luas, terutama bagi golongan masyarakat ekonomi lemah.7
Menurut Yusuf posisi bank syariah sebagai lembaga keuangan yang sudah
eksis di tingkat nasional maupun internasional harus menjadi lembaga keuangan percontohan dalam menggerakkan program CSR.8 Pelaksanaan program CSR di bank syariah bukan hanya untuk memenuhi tuntutan masyarakat dan permerintah, tetapi CSR di perbankan syariah dibangun atas dasar falsafah dan tasawwur (gambaran) Islam yang kuat untuk menjadi salah satu lembaga keuangan yang dapat mensejahterakan masyarakat luas. Program CSR perbankan syariah harus benar-benar menyentuh kebutuhan asasi masyarkat untuk menciptakan pemerataan kesejahteraan ekonomi bagi masyarakat9. Seperti pengelolaan dana zakat yang tepat, pemberian sumbangan kepada mustahik, pendampingan usaha mikro dan lain-lain
Dusuki dan Dar mengatakan bahwa pada perbankan syariah, tanggung jawab sosial sangat relevan untuk dibicarakan mengingat beberapa faktor berikut; perbankan syariah berlandaskan prinsip syariah yang meminta mereka untuk beroperasi dengan landasan moral, etika, dan tanggung jawab sosial.10 Selain itu adanya prinsip atas ketaatan pada perintah Allah dan Khalifah. Dan yang terakhir adanya prinsip atas kepentingan umum, terdiri dari penghindaran dari kerusakan dan kemiskinan.11
Di Indonesia, CSR mendapat dukungan yang positif dari pemerintah.
Pemerintah mengeluarkan regulasi yang mewajibkan perusahaan melakukan praktek dan pengungkapan CSR. Pada Undang-undang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007 pasal 66 ayat (2) bagian c disebutkan bahwa selain menyampaikan laporan keuangan, perusahaan juga diwajibkan melaporkan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Peraturan lain yang mewajibkan CSR yaitu Undang- undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, baik penanaman modal