BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hukum Islam dikenal dengan nama Syari'ah yang mencakup setiap aspek kehidupan manusia, persoalan-persoalan hukum, moral, ritual bahkan masalah kesehatan. Awalnya, kaum Muslim bertindak berdasarkan kebiasaan masyarakat Arab, tetapi pembentukan masyarakat politiko-religius di Madinah mengharuskan mereka berhadapan dengan persoalan baru, secara perlahan al-Qur'an menetapkan aturan-aturan tentang hal tersebut. )
Kejahatan ada di dunia ini bersama-sama dengan adanya manusia. Kehendak untuk berbuat jahat inheren dalam kehidupan manusia. Di sisi lain manusia ingin hidup secara tentram, tertib, damai dan berkeadilan. Artinya tidak diganggu oleh perbuatan jahat. Upaya-upaya manusia untuk menyedikitkan kejahatan telah dilakukan, baik yang bersifat preventif maupun represif. Di dalam ajaran Islam bahasan-bahasan tentang kejahatan manusia berikut upaya preventif dan represif dijelaskan dalam fiqh jinayah. )
Pembahasan tentang fiqh jinayah, sering menyiratkan kesan “kejam”. Hukum potong tangan, Rajam, Qişaş, ) dan Jilid sering di jadikan alasan di balik kesan tersebut, sekalipun dalam kenyataan, hal itu hampir tidak pernah dilakukan dalam sejarah hukum pidana Islam, kecuali dalam perkara yang sangat sedikit. Oleh karena itu, kenyataan mengenai hukum pidana Islam tidak sesederhana kesan terhadapnya. Pembahasan yang mendalam mengenai hukum pidana Islam dapat membuktikan kekeliruan kesan tersebut. Dalam pembahasan yang mendalam itu terlihat fakta bahwa tidak semua tindak pidana (jarimah) diancam dengan hudud ) atau qişaş, akan tetapi, pada umumnya diancam dengan ta'zir. )
Hukum diturunkan untuk kebaikan manusia itu sendiri, guna memagari akidah dan moral. Itulah sebabnya, akhlak jadi tolak ukur bagi semua pekerjaan. Selain itu, hukum Islam mengawinkan dunia dan akhirat, seimbang antara kebutuhan rohani dan kebutuhan jasmani. Ia mudah diamalkan, tidak sulit, tidak mempersulit dan tidak sempit, serta sesuai pula dengan logika yang benar dan fitrah manusia. Manfaat yang diperoleh bagi yang mematuhi suruhan Allah dan kemudlaratan yang diderita lantaran mengerjakan maksiat, kembali kepada pelakunya sendiri, baik sebagai perorangan maupun sebagai kelompok masyarakat. ) Pada dasarnya dengan adanya sanksi terhadap pelanggaran bukan berarti pembalasan akan tetapi mempunyai tujuan tersendiri yaitu, untuk mewujudkan dan memelihara lima sasaran pokok, agama, jiwa, akal, kehormatan dan keturunan, serta harta. Lima hal pokok ini, wajib diwujudkan dan dipelihara, jika seseorang menghendaki kehidupan yang bahagia di dunia dan di akhirat. Segala upaya untuk mewujudkan dan memelihara lima pokok tadi merupakan amalan saleh yang harus dilakukan oleh umat Islam. ) Sebagaimana firman Allah SWT.:
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hukum Islam dikenal dengan nama Syari'ah yang mencakup setiap aspek kehidupan manusia, persoalan-persoalan hukum, moral, ritual bahkan masalah kesehatan. Awalnya, kaum Muslim bertindak berdasarkan kebiasaan masyarakat Arab, tetapi pembentukan masyarakat politiko-religius di Madinah mengharuskan mereka berhadapan dengan persoalan baru, secara perlahan al-Qur'an menetapkan aturan-aturan tentang hal tersebut. )
Kejahatan ada di dunia ini bersama-sama dengan adanya manusia. Kehendak untuk berbuat jahat inheren dalam kehidupan manusia. Di sisi lain manusia ingin hidup secara tentram, tertib, damai dan berkeadilan. Artinya tidak diganggu oleh perbuatan jahat. Upaya-upaya manusia untuk menyedikitkan kejahatan telah dilakukan, baik yang bersifat preventif maupun represif. Di dalam ajaran Islam bahasan-bahasan tentang kejahatan manusia berikut upaya preventif dan represif dijelaskan dalam fiqh jinayah. )
Pembahasan tentang fiqh jinayah, sering menyiratkan kesan “kejam”. Hukum potong tangan, Rajam, Qişaş, ) dan Jilid sering di jadikan alasan di balik kesan tersebut, sekalipun dalam kenyataan, hal itu hampir tidak pernah dilakukan dalam sejarah hukum pidana Islam, kecuali dalam perkara yang sangat sedikit. Oleh karena itu, kenyataan mengenai hukum pidana Islam tidak sesederhana kesan terhadapnya. Pembahasan yang mendalam mengenai hukum pidana Islam dapat membuktikan kekeliruan kesan tersebut. Dalam pembahasan yang mendalam itu terlihat fakta bahwa tidak semua tindak pidana (jarimah) diancam dengan hudud ) atau qişaş, akan tetapi, pada umumnya diancam dengan ta'zir. )
Hukum diturunkan untuk kebaikan manusia itu sendiri, guna memagari akidah dan moral. Itulah sebabnya, akhlak jadi tolak ukur bagi semua pekerjaan. Selain itu, hukum Islam mengawinkan dunia dan akhirat, seimbang antara kebutuhan rohani dan kebutuhan jasmani. Ia mudah diamalkan, tidak sulit, tidak mempersulit dan tidak sempit, serta sesuai pula dengan logika yang benar dan fitrah manusia. Manfaat yang diperoleh bagi yang mematuhi suruhan Allah dan kemudlaratan yang diderita lantaran mengerjakan maksiat, kembali kepada pelakunya sendiri, baik sebagai perorangan maupun sebagai kelompok masyarakat. ) Pada dasarnya dengan adanya sanksi terhadap pelanggaran bukan berarti pembalasan akan tetapi mempunyai tujuan tersendiri yaitu, untuk mewujudkan dan memelihara lima sasaran pokok, agama, jiwa, akal, kehormatan dan keturunan, serta harta. Lima hal pokok ini, wajib diwujudkan dan dipelihara, jika seseorang menghendaki kehidupan yang bahagia di dunia dan di akhirat. Segala upaya untuk mewujudkan dan memelihara lima pokok tadi merupakan amalan saleh yang harus dilakukan oleh umat Islam. ) Sebagaimana firman Allah SWT.: