ABSTRAK
Untuk kewenangan kejaksaan di
bidang pidana yang menyangkut tentang
eksekutor adalah merupakan
tindakan dari pihak kejaksaan sebagai eksekutor (pelaksana) yaitu melaksanakan penetapan hakim
dan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap.
Barang bukti dalam
tindak pidana sering diputuskan di pengadilan untuk dirampas, tetapi ada hal yang berbeda di dalam
tindak pidana narkotika
yaitu pada Pasal 101 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika. Metode penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini
adalah yuridis normatif. Adapun perumusan malasah
adalah Bagaimana peran Jaksa dalam eksekusi putusan pidana? Bagaimana pelaksanaan eksekusi barang bukti yang berkaitan dengan pihak ketiga dalam
tindak pidana narkotika
di Pengadilan
Negeri
Stabat
dan
apa
hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan eksekusi tersebut? Bagaimana pertimbangan hakim terhadap Putusan Mahkamah Agung No.
1258.K/Pid.Sus/2014 dan
Putusan
Perdata Pengadilan Negeri Stabat No.
14/Pdt.Plw/2014/PN.STB?
Peran Jaksa dalam
eksekusi putusan pidana, bila merujuk pada Pasal 101 Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yaitu (1)
Narkotika, Prekursor
Narkotika, dan alat atau barang yang digunakan di dalam tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika
atau yang menyangkut
Narkotika dan Prekursor
Narkotika serta hasilnya
dinyatakan dirampas untuk
negara. (2) Dalam
hal alat atau
barang
yang
dirampas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah milik pihak
ketiga yang beritikad baik,
pemilik dapat mengajukan keberatan terhadap perampasan tersebut kepada
pengadilan yang bersangkutan dalam
jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah
pengumuman putusan pengadilan tingkat pertama. Menunjukkan bahwasanya ketidakpastian hukum
dalam
eksekusi
barang
bukti
tindak pidana narkotika yang
dilakukan Jaksa. Pertimbangan hakim di
Pengadilan Negeri
Stabat terkait barang bukti tindak pidana narkotika milik pihak
ketiga dalam hal ini pertimbangan hakim
masih kaku. Hakim tetap mengacu pada ayat (1) Pasal 101 Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2009 tentang Narkotika saja tanpa melihat ayat (2). Hambatan yang
dihadapi dalam pelaksanaan eksekusi barang bukti tindak pidana narkotika adalah dalam hal
putusan pidana, dimana putusan
perdata yang diajukan pihak ketiga dikabulkan oleh Hakim,
sehingga Jaksa sebagai
eksekutor mengalami kesulitan.
Pertimbangan putusan hakim
dalam Putusan Mahkamah Agung No. 1258.K/Pid.Sus/2014 menunjukkan bahwasanya dalam hal ini Hakim masih terlalu kaku dalam putusannya tanpa mempertimbangkan
keterangan dari pihak ketiga yang mengungkapkan bahwasanya barang bukti yaitu mobil yang
digunakan oleh pelaku adalah mobil yang disewa (rental) dari
pihak ketiga. Pada putusan perdata
nomor 14/PDT.PLW/2014/PN.STB memutuskan memenangkan
gugatan pihak ketiga. Seharusnya bila Majelis Hakim pada
putusan pidana jeli dan cermat dalam pertimbangannya tentunya pihak
ketiga tidak perlu melakukan gugatan secara perdata.
Perlu kiranya Kejaksaan Agung Republik Indonesia mengeluarkan Surat Keputusan Jaksa Agung tentang eksekusi barang bukti, sehingga ekseskusi barang bukti tindak pidana narkotika mendapatkan kepastian hukum. Perlu kiranya Hakim
di dalam persidangan
melihat barang
bukti dengan cermat dan teliti
serta
mempertimbangkan
pihak ketiga yang dirugikan sehingga eksekusi barang bukti tidak menimbulkan
permasalahan. Perlu kiranya Kejaksaan Agung
dan Mahkamah Agung melakukan MOU terkait barang bukti dalam
tindak pidana narkotika sehingga permasalahan eksekusi barang bukti di kemudian hari tidak menjadi masalah dan Mahkamah Agung juga mengeluarkan
PERMA atau SEMA terkait hal
tersebut.
Kata Kunci :
Kepastian Hukum, Eksekusi
Barang Bukti, Narkotika