BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perbankan merupakan salah satu agen pembangunan dalam kehidupan bernegara, karena fungsi utama dari perbankan adalah sebagai lembaga intermediasi keuangan, yaitu lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau pembiayaan. Fungsi perbankan sebagai lembaga intermediasi keuangan juga menjadi concern dari perbankan syariah, disamping sebagai lembaga yang mengelola zakat, infaq, dan sedekah (ZIS).
Eksistensi perbankan syariah di Indonesia mengalami perkembangan yang signifikan setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang lebih mengakomodasi dan memberi peluang bagi perkembangan perbankan syariah. Kehadiran undang-undang tersebut diperkuat lagi dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang secara tegas mengakui eksistensi dari perbankan syariah dan membedakannya dengan sistem perbankan konvensional. (Kara, 2013)
Perkembangan perbankan syariah di Indonesia merupakan suatu perwujudan dari permintaan masyarakat yang membutuhkan suatu sistem perbankan alternatif yang selain menyediakan jasa perbankkan atau keuangan yang sehat, juga memenuhi prinsip-prinsip syariah. Perkembangan sistem keuangan syariah sebenarnya telah dimulai sebelum pemerintah secara formal meletakkan dasar-dasar hukum operasionalnya. Dengan demikian, legalisasi kegiatan perbankan syariah melalui UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dalam UU No. 10 Tahun 1998 serta UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia merupakan jawaban atas permintaan yang nyata dari masyarakat serta Pasal 19 UU No. 21 Tahun 2008 tentang Operasioanal Perbankan Syariah Secara Mandiri.
Perkembangan perbankan syariah di Indonesia menunjukan arah peningkatan, salah satunya pertumbuhan jumlah perbankan dari tahun ke tahun. Berikut ini merupakan data perkembangan jumlah perbankan syariah di Indonesia:
Dari tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa Unit Usaha Syariah mengalami penurunan pada tahun 2016, sedangkan Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Syariah mengalami peningkatan. Disini dapat diperhatikan
kembali bahwa BPRS mengalami peningkatan yang cukup drastis di tahun 2016 yakni 166 Bank dengan data tahun sebelumnya sebanyak 163 Bank. Berbeda dengan Bank Umum Syariah yang hanya mengalami penambahan 1 bank saja.
Peran industri Bank Perkreditan Rakyat (BPR) baik yang konvensional maupun syariah perlu ditingkatkan lagi, terutama komitmen mereka terhadap usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Meski jargonnya tidak bisa dipisahkan dengan UMKM, tetapi UMKM yang mengakses BPR-BPRS masih rendah. Hal ini disebabkan adanya hambatan yang dialami oleh UMKM, terutama untuk mengakses ke perbankan. Berikut ini merupakan hasil survei BI mengenai hambatan UMKM dalam memperoleh pendanaan dari perbankan:
Dari tabel diatas, dapat dikatakan bahwa UMKM mengalami hambatan terbesar mengenai keterbatasan aset jaminan dalam memperoleh pendanaan dari perbankan. Menurut pernyataan Assisten Deputi Pembiayaan Non Bank Kementrian Koperasi, Suprapto yang mengatakan bahwa “Jumlah UMKM di seluruh Indonesia sangat banyak, karena mencapai angka 90 juta lebih. Namun jumlah nasabah BPR baru mencapai 16 juta. Meski didominasi UMKM namun tidak semuanya dari UMKM karena ada yang datang dari masyarakat umum. Sebanyak 1.630 BPR baik syariah maupun konvensional sudah menjadi kekuatan untuk meningkatkan peran mereka terhadap perkembangan UMKM.”
Berikut merupakan Data Jumlah UMKM pada tahun 2015”